DR. Ir. Soekarno
( Presiden Pertama RI )
Masa jabatan : 17 Agustus
1945 – 12 Maret
1967 (21 tahun)
Wakil Presiden : Mohammad
Hatta (1945)
Didahului oleh : Tidak ada, jabatan baru
Digantikan oleh : Soeharto
Lahir : 6 Juni
1901, Surabaya, Jawa Timur, Hindia
Belanda
Meninggal : 21 Juni
1970 (umur 69), Jakarta, Indonesia
Kebangsaan : Indonesia
Partai politik : PNI
Suami/istri Oetari
(1921–1923)
Inggit
Garnasih (1923–1943)
Fatmawati (1943–1956)
Hartini (1952–1970)
Kartini Manoppo (1959–1968)
Ratna Sari Dewi (1962–1970)
Haryati (1963–1966)
Yurike Sanger (1964–1968)
Heldy Djafar (1966–1969)
Fatmawati (1943–1956)
Hartini (1952–1970)
Kartini Manoppo (1959–1968)
Ratna Sari Dewi (1962–1970)
Haryati (1963–1966)
Yurike Sanger (1964–1968)
Heldy Djafar (1966–1969)
Anak Guntur Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi)
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Guruh Soekarnoputra (dari Fatmawati)
Taufan Soekarnoputra
Bayu Soekarnoputra (dari Hartini)
Totok Suryawan (dari Kartini Manoppo)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari Ratna Sari Dewi)
Profesi : Insinyur,
Politikus
Agama : Islam
Tanda tangan :
Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER,
EYD: Sukarno, nama lahir:
Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya,
Jawa Timur,
6 Juni
1901 – meninggal
di Jakarta,
21 Juni
1970 pada umur 69 tahun)
adalah Presiden Indonesia
pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.
Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda. Soekarno adalah penggali Pancasila
karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia
itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila.
Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama
dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945.
Soekarno menandatangani Surat
Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya berdasarkan versi
yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat menugaskan Letnan Jenderal Soeharto
untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto
untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen. Setelah
pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya
sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama
dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno
diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia
sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno
oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha
yaitu Karna.
Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa
huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan
"su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika
menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno
karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda).
Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan
tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno
adalah Bung Karno.
Achmed
Soekarno, di
beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno.
Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika
Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di
Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah
bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama
Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa
Denmark dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa
nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi
lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh
para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri
dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh
negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa kecil
dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan
seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.
Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan
di Sekolah Dasar
Pribumi di Singaraja,
Bali. Nyoman Rai merupakan
keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden
Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama
Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama
kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung,
Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di
Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya
memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.
Kemudian pada Juni
1911 Soekarno dipindahkan
ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere
Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan
berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS
atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan
memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya,
Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus
Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam
kegiatan organisasi pemuda Tri Koro
Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.
Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda
Jawa) pada 1918.
Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia"
yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan
ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung
dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan
dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan
tamat pada tahun 1926.
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis
ke-6 TH Bandung
tanggal 3 Juli
1926 dia diwisuda bersama
delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay
selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo, selain itu ada
seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.
Saat di Bandung, Soekarno
tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan
anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.
Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes
Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Sebagai
arsitek
Bung Karno adalah presiden
pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek
alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng
(sekarang ITB)
di Bandung
dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
Pekerjaan dan Karya di Bidang
Arsitektur
- Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
- Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
Pengaruh Terhadap Karya
Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa menjabat sebagai
presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh
Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika
Serikat, Kanada,
Italia,
Jerman Barat,
dan Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia
secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka. Soekarno
membidik Jakarta
sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional
yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa
arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu
beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga
dibuat melalui sayembara.
- Masjid Istiqlal 1951
- Monumen Nasional 1960
- Gedung Conefo
- Gedung Sarinah
- Wisma Nusantara
- Hotel Indonesia 1962
- Tugu Selamat Datang
- Monumen Pembebasan Irian Barat
- Patung Dirgantara
- Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf
- Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957
Kiprah
politik
Masa pergerakan
nasional
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene
Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische
Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan
pada tahun 1927.
Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy, pada
tahun 1930
dipindahkan ke Sukamiskin dan memunculkan
pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan
kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung
dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno
kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di
sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya
tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan
Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi
Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.
Masa
penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan
Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh
pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A
dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang
begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan
pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia
seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi
dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam
berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional
bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir
dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang
adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri,
saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan,
mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya
kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila,
UUD 1945,
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana
Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni
Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima
langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna
Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat
pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga
tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus
1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat
wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat
Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang
Revolusi
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
Soekarno bersama tokoh-tokoh
nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal
Terauchi di Dalat,
Vietnam,
terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus
1945; Soekarno dan Mohammad
Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan
Pembela Tanah Air Peta
Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni,
Wikana,
Singgih
serta Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum
tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan,
bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama
kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI
menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus
1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu
(AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto
setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga
berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang
dilancarkan pasukan NICA
(Belanda)
yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10
November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta
pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik
Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno
menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan
kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double
executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya
maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945
tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap
negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan
berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap
paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi
Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad
Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa
kemerdekaan
Soekarno dan Josip Broz
Tito
Setelah Pengakuan Kedaulatan
(Pemerintah Belanda
menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai
Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai
perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang
kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17
Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden
Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan
Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden
Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan
pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal
Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan
terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet
yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden
Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai
"penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi
konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya
kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F.
Kennedy
Presiden Soekarno juga banyak
memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap
nasib bangsa Asia-Afrika, masih
belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri,
menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk
mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal
sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom
waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan
imperialisme
dan kolonialisme,
ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah
peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian
konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz
Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan),
U Nu,
(Birma)
dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non
Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh
kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik
berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah,
yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula,
banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila
ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno
mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di
antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet),
John Fitzgerald Kennedy (Amerika
Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung
(RRC).
Kejatuhan
Situasi politik
Indonesia
menjadi tidak menentu setelah enam jenderal
dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya
dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh
terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi
demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu
isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan
PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom
(Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI
kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah
Surat Perintah Sebelas Maret yang
ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada
Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga
keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu
digunakan oleh Soeharto
yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan
menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua
Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP
MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai
pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden
berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan
pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang
Umum ke-IV MPRS.
Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni
1966. MPRS kemudian
meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato "Pelengkap
Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari
1967 namun kemudian
ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari
1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana
Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto
menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka
MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar
Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.
Sakit hingga
meninggal
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.
Kesehatan Soekarno sudah
mulai menurun sejak bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan
pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran
Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia
menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5
tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni
1970 di RSPAD (Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta
dengan status sebagai tahanan politik. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari
RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari
Dewi. Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno
sempat dilakukan oleh Dokter Mahar
Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama
kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr.
Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Komunike medis tersebut
menyatakan hal sebagai berikut:
- Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
- Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
- Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah
meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto
memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970.
Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan
keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno
dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.
Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100
tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001,
maka Kantor Filateli
Jakarta
menerbitkan prangko
"100 Tahun Bung Karno". Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah
prangko berlatar belakang bendera Merah Putih
serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden
Republik Indonesia. Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan
menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai
Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di
atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta
menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir
memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat
prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set
oleh Perum Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan
juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos,
dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.
Prangko yang menampilkan
Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni
2008. Prangko tersebut
menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.
Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan
kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Gelanggang Olahraga Bung Karno
pada 1962.
Nama Soekarno pernah
diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut,
yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno,
didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games
IV tahun 1962
di Jakarta.
Pada masa Orde Baru,
kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan.
Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman
Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno.
Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.
Setelah kematiannya, beberapa
yayasan
dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno
dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang
mencetuskan ide untuk membangun universitas
dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga
Soekarno dan Fatmawati.
Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi
meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada
mahasiswa-mahasiswanya.
Sementara itu, Yayasan Bung
Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni
kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Yayasan
tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978
oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno. Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno
membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta. Di stan tersebut
ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno
menjadi presiden. Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata
Soekarno dijual di stan tersebut. Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno,
serta kartu pos Soekarno.
Seseorang yang bernama
Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno. Soenuso
mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon
Artileri
Pertahanan Udara Sedang. Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya
sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi,
Bogor.
Benda-benda tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat
yang terdaftar dalam register emas JM London, emas
putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning
dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah. Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia
serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss
dan Bank Netherland. Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat
namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.
Penghargaan
Semasa hidupnya, Soekarno
mendapatkan gelar Doktor
Honoris Causa
dari 26 universitas
di dalam dan luar negeri. Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar
kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September
1951), Institut Teknologi Bandung (13 September
1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut
Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember
1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965).
Sementara itu, Columbia University (Amerika
Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa
universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris
Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah
meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika
Selatan Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR
Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin,
tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan
penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas
internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan
dan membebaskan diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan
di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria
dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima
penghargaan.
misi gan numpang tanya boleh gak kalo ane minta file bpk soekarno yang HD,y pic yang udh di edit pake CS3 buat di cetak dan di pake sendiri...?
ReplyDelete